Saturday, April 17, 2010

TGIM versus TGIF

“Everyday is Monday (not Sunday, as before) in Jogja”

Pernahkah (atau seringkah) Anda merasa bahwa hari Senin adalah hari yang membosankan? Senin lagi, Senin lagi. Libur belum puas, sudah harus bekerja lagi. Capek deeh…
Hari Senin merupakan awal hari kerja dalam seminggu. Mereka yang gila kerja atau sangat mencintai pekerjaannya menginginkankan Senin segera datang, sehingga bisa beraktivitas lagi. Liburan membuat mereka lelah dan malas, terlena dan tertidur saja.
Mereka berprinsip: Thanks God It’s Monday (TGIM). Adrenalin mereka mengalir lagi menginjak hari Senin. Tantangan pekerjaan mengaktifkan seluruh sel-sel di tubuhnya untuk bekerja, bersaing, berjuang dan bergelora kembali.
Yang paling eksrim dari golongan ini adalah workaholic. Mereka tidak lagi memikirkan liburan, karena hari Sabtu dan Minggu pun bekerja penuh. Mereka tidak peduli hari Senin atau Jumat.
Di sisi lain, orang-orang yang bosan bekerja memiliki semboyan: TGIF, Thanks God It’s Friday. Jumat sore adalah masa yang paling ditunggu karena hari Sabtu dan Minggu mereka berlibur. Mereka berpendapat bahwa liburan adalah kenikmatan luar biasa untuk melupakan stress dan tekanan pekerjaan. Mereka harus menikmatinya. Mereka berkata: Memang badan ini robot? Bekerja tidak ada habisnya.
Termasuk golongan manakah Anda? Saya bertaruh sebagian besar dari kita memilih TGIF. Orang lebih menyukai relaksasi, lebih suka liburan, dan kemalasan. Ini kan kodrat manusia. Betul?
Inilah salah satu yang membedakan bangsa timur dan barat yang menyebabkan kita tertinggal dari mereka. Berapa hari libur dalam setahun di negeri ini? Bandingkan dengan hari libur di negara-negara lain. Kita melihat pekerjaan sebagai beban, mereka mensyukurinya. Ada sebagian dari kita yang belum menyadari: Bagaimana kita bisa hidup tanpa bekerja? Lebih jauh lagi, bagaimana bisa sukses dalam hidup kalau lebih senang liburan daripada bekerja?
Orang Jogja, termasuk saya, tentu tidak asing dengan kalimat dagadu berikut: Everyday is Sunday in Jogja.
Sedemikian lemot-kah Jogja? Kita harus mengubah paradigma ini. Kita harus menunjukkan bahwa Jogja adalah kota yang bersemangat, sehingga cap bahwa ‘setiap hari adalah hari libur di Jogja’ dapat kita hilangkan. Caranya? It starts from ME.
Dari mereka yang sukses, terlebih para entrepreneur, banyak yang awalnya membangun usaha mereka dengan menjadi workaholic, berkarya tanpa henti, siang dan malam, tak kenal waktu. Mereka baru memikirkan liburan ketika usaha mereka sudah benar-benar mapan.
Jadi yang terbaik menurut saya adalah menyeimbangkan antara TGIM dan TGIF. Saya sengaja meletakkan TGIM di depan, dengan harapan agar kita lebih memprioritaskan TGIM daripada TGIF sehingga masing-masing kita bisa menjadi pekerja keras, yang pada akhirnya akan membawa bangsa ini menjadi pekerja keras juga, sehingga tidak kalah dengan bangsa-bangsa lain. Macan Asia harus kita bangkitkan.
Jika kita telah menjadi bangsa yang pekerja keras, tidak lemot alias letoy, maka kita tak akan pernah takut menghadapi persaingan dari negara manapun, termasuk AC-FTA. Kita tidak perlu meratap, mengeluh, mengemis seperti yang dilakukan oleh segelintir pecundang. Kita harus menjadi pemenang. We must be a winner, not a losser. Kita harus menumbuhkan dan menggelorakan ungkapan Julius Caesar: VENI, VIDI, VICI (Aku Datang, Aku Lihat, Aku Menang).

No comments:

Post a Comment

Silakan tinggalkan komentar / kritik / saran Anda di bawah ini...