Banyak orang berpikir bahwa kebaikan yang mereka lakukan tidak akan berdampak apa-apa. Sebuah film berjudul "Pay it Forward" kiranya dapat menepis anggapan tersebut.
Film ini menceriterakan tentang seorang anak berumur 8 tahun yang berpikir untuk melakukan kebaikan kepada tiga orang di sekitarnya. "Jika tiga orang ini kemudian melakukan kebaikan kepada beberapa orang lagi dan begitu seterusnya, tentulah dunia ini akan dipenuhi oleh orang-orang yang baik dan saling mengasihi," demikian pikir Trevor, nama anak tersebut.
Trevor mulai mempraktekkan perbuatan kasih kepada manusia yang kesepian dan sudah menjadi pecandu alkohol. Ia menjauhkan minuman keras dari rumah mereka. Dan untuk mengobati kesepian ibunya, ia mengatur rencana agar ibunya menyumbang sebagian uang untuk orang-orang yang tidak mampu di sekolahnya. Ibunya terharu dan Trevor berkata, "Teruskanlah kebaikan ini, Ma!"
Perhatian Trevor begitu berkesan di hati ibunya sehingga ibunya pun ingin meneruskan kebaikan itu kepada ibunya, yaitu nenek Trevor. Anak dan ibu ini sudah lama bermusuhan, tetapi ketika si nenek melihat anaknya datang meminta maaf kepadanya, iapun sangat terharu. Ibu Trevor berkata kepada ibutnya, "Teruskanlah kebaikan ini, Ma!"
Si nenek yang merasa bahagia kemudian meneruskan kebaikan itu dengan menolong pemuda yang dikejar segerombolan orang. Ia menyembunyikan pemuda itu di mobilnya. Kepada pemuda itu si nenek berpesan, "Teruskanlah kebaikan ini, Anak Muda!"
Pemuda yang terkesan dengan kebaikan si nenek, kemudian meneruskan kebaikan tersebut dengan mendahulukan gadis kecil yang sakit parah untuk lebih dahulu diobati. Ayah si gadis berterima kasih, dan pemuda itupun berkata, "Teruskanlah kebaikan ini, Pak!"
Ayah si gadis kecil meneruskan kebaikan itu dengan meminjamkan mobilnya kepada seorang wartawan televisi yang mobilnya rusak. "Teruskanlah kebaikan ini, Anak Muda!"
Wartawan itu sangat terkesan akan kebaikan ayah si gadis, dan ia berusaha mencari tahu dari mana asal kalimat "Teruskanlah kebaikan ini" tersebut. Dia mulai mencari informasi mundur mulai dari ayah si gadis, sampai ia menemukan Trevor, sang pencetus ide tersebut. Ia berusaha agar Trevor bisa tampil di televisi. Di televisi, Trevor mengajak pemirsa untuk melakukan kebaikan, sehingga dunia ini dipenuhi orang-orang yang saling mengasihi.
Sayang sekali, Trevor ditusuk pisau ketika sedang menolong teman sekolahnya yang diganggu para brandal. Usai penguburan, sang ibu begitu kaget melihat ribuan orang terus berdatangan dan meletakkan bunga tanda duka cita atas kematian Trevor.
Read More..
Pemilik Toko Outdoor (WahanaStore.com) dan Toko Ikan Koi (NusaKoi.com)
Sunday, May 23, 2010
Saturday, May 22, 2010
KEKUATAN PIKIRAN
Pada tulisan sebelumnya (MENGATASI KETAKUTAN DALAM MEMULAI BISNIS BARU), saya menyinggung betapa besar kekuatan pikiran dalam kehidupan kita. Kata bijak menyatakan: YOU BECOME WHAT YOU THINK. Anda adalah apa yang Anda pikirkan. Pada tulisan lainnya lagi (IKAN YANG PESIMIS) saya juga menyinggung tentang dampak buruk dari pikiran negatif yang bernama pesimis.
Pada kesempatan ini saya ingin menambahkan kedua tulisan tersebut dengan membahas tentang label pada diri sendiri.
Sebagian besar dari kita, karena termasuk pada budaya low profile, tidak biasa atau segan untuk menggambarkan keadaan diri kita yang sebenarnya. Ada orang yang mengaburkan profesi dan organisasi tempatnya bekerja. Ada pula yang meyakini bahwa kita tidak boleh mengucapkan hal-hal yang baik kalau memperkenalkan diri. "Nanti dibilang sombong lagi…", demikian elak kebanyakan orang.
Coba kita ingat-ingat, seberapa sering kita menolak mengakui kesuksesan kita saat dipuji oleh orang lain? "Ah, itu mah kebetulan saja…". Kita tidak sadar atau lupa bahwa melabeli diri kita "apa adanya" atau "biasa saja" akan menjadikan kita tumbuh menjadi orang "biasa saja". Jadi, tidak menonjol dan tidak hebat, tidak memiliki spirit untuk memperbaiki diri.
Label seringkali dibuat oleh orang lain. Namun, bayangkan bila diri kita sendirilah yang membuat lebih banyak label negatif ke diri kita daripada positifnya. Anda dapat membuka tulisan saya yang lain (MEMOTIVASI DIRI SENDIRI) untuk hal ini.
Bagaimana kalau mulai sekarang kita membiasakan diri untuk melabeli diri kita secara positif? Bagaimana kalau kita tak mudah mengeluarkan keluhan dari mulut kita? Bagaimana kalau setiap masalah kita anggap sebagai tantangan? Tanpa terkesan menyombongkan diri, bagaimana kalau kita mengatakan bahwa kita adalah orang yang berdedikasi, result-oriented, berusaha menang dan menyambut setiap tantangan? Kejelasan label ini seketika menumbuhkan respek dari orang lain pada diri kita. Kita pun perlu menyadari bahwa semakin banyak kata yang mengandung tantangan tentang diri kita, semakin pula kita terdorong menjadi apa yang sudah kita gambarkan.
Mana yang akan Anda pilih, kecap tanpa label atau yang berlabel walaupun tidak terlalu terkenal? Sebagai individu kita tentu perlu memikirkan "branding" diri kita sendiri. Kita adalah chief branding officer dari diri kita. Kitalah yang perlu menciptakan sense of distinctiveness (hal ini dapat pula dilihat pada tulisan saya: MENJADI ORANG YANG BERBEDA).
Bagaimana caranya? Tidak terlalu sulit. Kita perlu mendeskripsikan gambaran seperti apakah yang kita ingin tonjolkan dari diri kita, konsep diri kita. Sebagai contoh, Anda yang suka bersosialisasi dapat berkata "saya suka bertemu dengan kawan baru". Mereka yang memiliki kelebihan di bidang tertentu dapat berkata, "saya senang belajar bahasa" atau "saya merasa tertantang bila ada masalah hitung-hitungan yang rumit". Tidak ada alasan untuk memberi label diri yang mengambang, bahkan tidak maju, seolah mengindoktrinasi diri untuk tidak maju. Banyak sekali label positif yang bisa dikenakan pada diri kita yang justru semakin menantang kita untuk berbuat lebih baik. Read More..
Pada kesempatan ini saya ingin menambahkan kedua tulisan tersebut dengan membahas tentang label pada diri sendiri.
Sebagian besar dari kita, karena termasuk pada budaya low profile, tidak biasa atau segan untuk menggambarkan keadaan diri kita yang sebenarnya. Ada orang yang mengaburkan profesi dan organisasi tempatnya bekerja. Ada pula yang meyakini bahwa kita tidak boleh mengucapkan hal-hal yang baik kalau memperkenalkan diri. "Nanti dibilang sombong lagi…", demikian elak kebanyakan orang.
Coba kita ingat-ingat, seberapa sering kita menolak mengakui kesuksesan kita saat dipuji oleh orang lain? "Ah, itu mah kebetulan saja…". Kita tidak sadar atau lupa bahwa melabeli diri kita "apa adanya" atau "biasa saja" akan menjadikan kita tumbuh menjadi orang "biasa saja". Jadi, tidak menonjol dan tidak hebat, tidak memiliki spirit untuk memperbaiki diri.
Label seringkali dibuat oleh orang lain. Namun, bayangkan bila diri kita sendirilah yang membuat lebih banyak label negatif ke diri kita daripada positifnya. Anda dapat membuka tulisan saya yang lain (MEMOTIVASI DIRI SENDIRI) untuk hal ini.
Bagaimana kalau mulai sekarang kita membiasakan diri untuk melabeli diri kita secara positif? Bagaimana kalau kita tak mudah mengeluarkan keluhan dari mulut kita? Bagaimana kalau setiap masalah kita anggap sebagai tantangan? Tanpa terkesan menyombongkan diri, bagaimana kalau kita mengatakan bahwa kita adalah orang yang berdedikasi, result-oriented, berusaha menang dan menyambut setiap tantangan? Kejelasan label ini seketika menumbuhkan respek dari orang lain pada diri kita. Kita pun perlu menyadari bahwa semakin banyak kata yang mengandung tantangan tentang diri kita, semakin pula kita terdorong menjadi apa yang sudah kita gambarkan.
Mana yang akan Anda pilih, kecap tanpa label atau yang berlabel walaupun tidak terlalu terkenal? Sebagai individu kita tentu perlu memikirkan "branding" diri kita sendiri. Kita adalah chief branding officer dari diri kita. Kitalah yang perlu menciptakan sense of distinctiveness (hal ini dapat pula dilihat pada tulisan saya: MENJADI ORANG YANG BERBEDA).
Bagaimana caranya? Tidak terlalu sulit. Kita perlu mendeskripsikan gambaran seperti apakah yang kita ingin tonjolkan dari diri kita, konsep diri kita. Sebagai contoh, Anda yang suka bersosialisasi dapat berkata "saya suka bertemu dengan kawan baru". Mereka yang memiliki kelebihan di bidang tertentu dapat berkata, "saya senang belajar bahasa" atau "saya merasa tertantang bila ada masalah hitung-hitungan yang rumit". Tidak ada alasan untuk memberi label diri yang mengambang, bahkan tidak maju, seolah mengindoktrinasi diri untuk tidak maju. Banyak sekali label positif yang bisa dikenakan pada diri kita yang justru semakin menantang kita untuk berbuat lebih baik. Read More..
Labels:
WISDOM
Subscribe to:
Posts (Atom)